KASUS GLORIA E MAIRERING PERKARA KEWARGANEGARAAN GANDA DALAM PERKAWINAN CAMPURAN

Hanuring Ayu, Paramitha Setia Anggraeny

Abstract


Perkawinan merupakan suatu ikatan yang menunjukkan hubungan antara satu pribadi dengan pribadi yang lain. Dengan adannya Undang Undang No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang memberlakukan dua kewarganegaraan bagi anak - anak hasil perkawinan campuran. Undang Undang ini memberikan kewarganegaraan ganda, hanya terbatas pada anak-anak hasil perkawinan campuran sampai anak tersebut berusia 18 tahun atau sudah kawin, setelah itu ia harus memilih salah satu untuk menjadi kewarganegaraannya. Perbedaan kewarganegaraan tidak saja terjadi antara pasangan suami istri dalam suatu perkawinan campuran, tetapi juga terjadi pada anak - anak hasil perkawinan campuran. Bila anak yang berkewarganegaraan ganda memperoleh warisan dari salah satu orangtuanya berupa tanah hak milik, maka hak anak tersebut tentunya tidak hapus. Akan tetapi ia harus menunggu sampai usianya mencapai 18 (delapan belas) tahun, kemudian memilih menjadi WNI barulah ia dapat memiliki haknya sesuai peraturan yang berlaku,tetapi dalam kasus Gloria sesuai dengan keputusan MK Nomor 213/Pdt.G/2013/PN.BKS. Tahun 2013. Bahwa MK menolak gugatan dari ibunda Gloria.


Keywords


Perkawinan, Campuran, dan Kewarganegaraan Ganda

Full Text:

PDF

References


- Abdurrahman dan Riduan Syahrani, 1978, Hukum Perkawinan, Bandung: Alumni,h. 9.

- Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: CV Rajawali, h. 12.

- C.S.T. Kansil, 1996, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, , h. 474. Salah satu bentuk anti-diskriminasi dari deklarasi ini adalah dalam hal perkawinan. Pasal 16 Universal Decleration of Human Rihts 1948 dinyatakan: 1) Orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan dengan tidak di batasi oleh kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk mencari jodoh dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam perkawinan dan di kala perceraian; 2) Perkawinan harus dilakukan hanya dengan cara suka sama suka dari kedua mempelai; 3) Keluarga adalah kesatuan yang sewajarnya serta bersifat pokok dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan negara.

- Saidus Syahar, 1976, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanaannya Ditinjau Dari Segi Hukum Islam, Bandung: Alumni, h. 198




DOI: http://dx.doi.org/10.26623/jic.v4i1.1530

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2019 Jurnal Ius Constituendum



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Jurnal Ius Constituendum :  Journal Law by Program Studi Magister Hukum Universitas Semarang is licensed under a  Creative Commons Attribution 4.0 International License.