MENAKAR PELUANG TANAH ULAYAT SEBAGAI OBJEK HAK TANGGUNGAN DAN TANTANGAN IMPLEMENTASINYA

Hernanda Damantara

Abstract


ABSTRAK:

 

Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN telah melakukan terobosan dalam rangka memberikan kepastian hukum tanah ulayat lewat diterbitkannya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 tahun 2021. Dalam peraturan tersebut hak pengelolaan diperbolehkan untuk diberikan di atas tanah masyarakat hukum adat. Skema pemberian hak pengelolaan dari tanah ulayat tersebut membuka kemungkinan diberikannya hak atas tanah lain. Pertanyaan kemudian muncul apakah hak atas tanah lain yang diberikan di atas hak pengelolaan dari tanah ulayat dapat dibebankan hak tanggunan untuk memperoleh akses permodalan sebagai penunjang investasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil yang diperoleh adalah, lewat mekanisme kerja sama tanah ulayat dapat dibebankan hak tanggungan meskipun bukan secara langsung. Skema yang dapat digunakan adalah tanah ulayat terlebih dahulu diberikan hak pengelolaan, kemudian di atas hak pengelolaan itu dapat diberikan hak atas tanah lain untuk kemudian dapat dibebankan hak tanggungan. Implementasinya, pengakuan atas masyarakat hukum adat sebagai syarat utama untuk pemberian hak pengelolaan dari tanah ulayat tidak bisa dilakukan dengan mudah. Proses pengakuan masyarakat hukum adat yang berlaku sekarang ini masih terlalu kompleks dan rumit. Dibutuhkan penyesuaian dari negara agar dapat melakukan proses pengakuan masyrakat hukum adat yang lebih fleksibel sehingga terobosan yang ada dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2021 dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat hukum adat.

Kata Kunci: Hak Tanggungan, Tanah Ulayat, Tantangan

 

ABSTRACT

Through the Ministry of ATR/BPN, the government has made a breakthrough in providing legal certainty for customary land through the issuance of Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency Number 18 of 2021. This regulation allows management rights to be given above the customary law community's customary rights. The scheme for granting management rights to customary land opens up the possibility of granting rights to other land. The question then arises whether other land rights granted above the management rights of customary land can be subject to collateral rights to gain access to capital to support investment. The legal research method used in this paper is normative juridical research using secondary data. The result obtained is that, through the cooperation mechanism, customary land can be charged with mortgage rights, although not directly. The scheme that can be used is that communal land is first given management rights, and then management rights can be given to other land rights, which can then be charged as mortgage rights. In its implementation, recognizing customary law communities as the primary condition for granting management rights to customary land can take time and effort. The current process of recognizing customary law communities still needs to be simplified and more manageable. Adjustments are needed from the state to be able to carry out a more flexible process of recognizing customary law communities so that the breakthroughs contained in the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency Number 18 of 2021 can be felt by the benefits of customary law communities.

Keywords: Mortgage Rights, Ulayat Land, Challenges


Keywords


mortgage rights; ulayat land; challenges

Full Text:

XML


DOI: http://dx.doi.org/10.26623/humani.v14i1.7966

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Office : Fakultas Hukum Universitas Semarang

Jl.Soekarno-Hatta, Tlogosari, Semarang, Indonesia Telp:024-6702757, Fax: 024-6702272, email : humani@usm.ac.id

View My Stats  

Accreditation Ceritificate

 

 

Follow Me :

@humaniUsm                    @jurnalhumani